Pusat Bahasa Mandarin Universitas Al Azhar Indonesia: Refleksi dan Proyeksi Hubungan Sosial Budaya China-Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.36722/sh.v4i1.246Abstract
Abstrak - Kebangkitan China pada awal abad 21 dalam percaturan global dipandang sebagai sebuah fenomena yang menegaskan bahwa dominasi Barat akan segera berakhir dan muncul kekuatan global baru dari kawasan Asia. Hal ini ditanggapi beragam oleh berbagai kalangan, sebagian menganggapnya sebagai suatu hal yang positif, namun sebagian lagi menganggapnya sebagai satu ancaman. Terpilihnya Presiden Joko Widodo pada pemilu 2014 yang mengusung poros maritim dunia dengan tol laut sebagai agenda utama, memunculkan sebuah paradigma baru bagi pemerintah Indonesia dalam memandang Jalur Sutera Maritim Abad 21 (21st Maritime Silk Road) yang dicanangkan oleh China sebagai sebuah tantangan atau potensi. Konektifitas dalam Belt and Road Iniative sejalan dengan 5 (lima) pilar utama yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dalam program poros maritim dunia. Dalam mensinergikan kebijakan dua pemerintah ini, tentu saja hubungan people-to-people yang terjalin melalui hubungan sosial dan budaya menjadi pilar yang sangat penting. Bagaimana kebijakan pemerintah kedua negara dalam meningkatkan hubungan people-to people, akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan kerjasama ini. Makalah ini memaparkan perkembangan hubungan sosial budaya Indonesia-China melalui berbagai kegiatan di Pusat Bahasa Mandarin di Unversitas Al Azhar Indonesia. Pusat Bahasa Mandarin mungkin mampu mengurangi kesan negatif sebagian masyarakat Indonesia terhadap China, tapi terbatas hanya pada beberapa orang saja yang terlibat erat dalam lembaga tersebut.
Â
Kata Kunci - Poros maritim dunia, Jalur sutera maritim abad 21, Indonesia, China, People-to-people
Â
Abstract - The rise of China in the early 21st century in the global arena is seen as a phenomenon that resists Western domination will coming to an end and emerging new global powers from the Asian region. This was responded to by various parties, some of them regarded it as a positive thing, but some regard it as a threat. The election of President Joko Widodo in 2014, which brings the maritime axis of the world with the sea toll as the main agenda, has created a new paradigm for the Indonesian government in the view of the 21st Maritime Silk Road by China as a challenge or potential. Connectivity in Belt and Road Iniative is consistent with 5 (five) main pillars proclaimed by President Joko Widodo in the world maritime axis program. In synergizing this, of course the people-to-people relationship that exists through social and cultural relationships becomes a very important pillar. How government policies of both countries in improving people-to people relationship, will be very influential in the success of this cooperation. This paper describes the development of socio-cultural relations between Indonesia and China through various activities at the Mandarin Language Center at Al Azhar University of Indonesia. The Chinese Language Center may be able to reduce the negative impression of Indonesian society on China, but only to a few people who are closely involved in the institution.
Â
Keywords - World maritime axis, 21st century maritime silk trail, Indonesia, China, People-to-people
References
Subramanian, A. 2011. Eclipse: Living in the Shadow of China’s Economic Dominance. Washington DC: Peterson Institute for International Economics.